BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Zakat Kata zakat secara etimologi adalah mashdar (padanan kata) dari kata “zaka asy-syai” yang artinya apabila ia tumbuh dan bertambah. Karena itu zakat juga berarti keberkahan, pertumbuhan, kusician, dan kebaikan. Kata ini juga sering di kemukakan untuk makna thaharah (suci), sebagaimana dalam firman Allah dalam surah Asy-Syams [91] ayat sembilan, قد افلح من زكها “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya.” Adapun zakat secara terminologi syari’at adalah bagian harta yang telah ditentukan, dari harta tertentu, pada waktu tertentu, dan di bagikan kepada golongan orang-orang yang tertentu. Terdapat pandangan ulama madzab terhadap pengertian zakat, antara lain; 1) Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat, ‘menjadikan sebagian harta yang khusus sebagi milik orang yang khusus (berhak menerimanya) yang di tentukan oleh syari’at karena Allah Subhanahu wata’ala. 2) Madzhab Maliki mendefinisikan zakat dengan, ‘mengeluarkan seabgian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan barang pertanian. 3) Madzhab Syafi’i mendefinisakan zakat, ‘sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tumbuh sesuai dengan cara khusus’. 4) Madzhab Hanbali mendefinisikan zakat sebagai suatu hak yang wajib di keluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. 1. Hadis Mengenai Wajibnya Zakat 1) حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ (رواه البخري ١٣٩٥) Terjemah Hadis, “Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim Adh-Dlohhak bin Makhlad dari Zakariya' bin Ishaq dari Yahya bin 'Abdullah bin Shayfiy dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ketika Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Mu'adz radliallahu 'anhu ke negeri Yaman, Beliau berkata, ‘Ajaklah mereka kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika mereka telah menaatinya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka’.” (HR. Bukhari no. 1395) 2). حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ نَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ. وَقَالَ بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ وَأَبُوهُ عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُمَا سَمِعَا مُوسَى بْنَ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ أَخْشَى أَنْ يَكُونَ مُحَمَّدٌ غَيْرَ مَحْفُوظٍ إِنَّمَا هُوَ عَمْرٌو (رواه البخاري ١٣٩٦) Terjemah hadis, “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin 'Umar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Muhammad bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Mawhab dari Musa bin Thalhah dari Abu Ayyub radliallahu 'anhu; Bahwa ada seseorang laki-laki berkata, kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, "Kabarkan kepadaku suatu amal yang akan memasukkan aku kedalam surga." Dia berkata, "Apakah itu, apakah itu? Dan Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Dia membutuhkannya. Yaitu kamu menyembah Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, kamu mendirikan shalat, kamu tunaikan zakat, kamu sambung hubungan kerabat (silaturrahim) " Bahz berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Utsman dan bapaknya -'Utsman bin 'Abdullah- bahwa keduanya mendengar Musa bin Thalhah meriwayatkan dari Abu Ayyub dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam sama dengan lafadz seperti ini. Berkata, Abu Abdillah al-Bukhari: "Aku khawatir bahwa Muhammad bin 'Utsman yang menghafalnya dari (Syu'bah) akan tetapi yang dimaksud adalah 'Amru bin 'Utsman.” (HR. Bukhari no. 1396) Penjelasan hadis Zakat pertama kali diwajibkan di Mekah secara umum. Dengan kata lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menentukan jenis dan kadar zakat yang harus dikeluarkan pada masa itu, tapi mengembalikan hal tersebut kepada perasaan dan kemurahan hati kaum Muslimin. Baru kemudian, pada tahun kedua Hijriah di bulan Syawal, di tentukan jumlah, jenis, dan perincian harta yang wajib di keluarkan oleh kaum Muslimin.6 Pada hadis pertama diatas, bahwa Nabi mengutus sahabat Muadz bin Jabal –radhiyallahu’anhu– ke Yaman disamping sebagai dai juga mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat. Dalam al-Qur`an kata “zakat” di gandengkan dengan kata “salat” dalam 82 tempat. Hal ini menunjukkkan bahwa keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Kewajiban zakat sudah dijelaskan dalam firman Allah, sebagaiman di sebutkan di bawah ini; a. Dalam surah al-Baqarah [2] ayat 43, وَأَقِيمُوا ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا ٱلزَّكَوٰةَ “Dirikanlah salat dan tunaikan zakat...” (al-Baqarah [2]: 43) Dalam ayat di atas, Allah mewajibkan kaum muslimin untuk menunaikan zakat, sebab, jenis ibadah ini merupakan manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang di berikan kepada mereka, sekaligus merupakan cermin hubungan yang serasi antar-manusia. Zakat juga mengandung nilai kesejahteraan umum dalam kehidupan manusia. b. Dalam surah at-Taubah [9] ayat 103, خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka...” (QS. at-Taubah [9]: 103) Dalam ayat ini menjelaskan bahwa zakat di ambil dari orng-orang yang berkewajiban untuk berzakat untuk kemudian di berikan mereka yang berhak menerimanya. Zakat sedekah membersihkan mereka dari kekikiran, cinta harta yang berlebihan, kehinaan, sikap yang keras terhadap orang-orang fakir dan sengsara serta keburukan-keburukan lain yang biasa melekat pada manusia. Adapun yang dimaksud dengan menyucikan adalah memperkembangkan harta atau menyuburkannya dengan kebaikan dan keberkahan akhlak serta amal sehinggal orang orang yang mengeluarkan zakat menjadi manusia yang bahagia di dunia dan akhirat. c. Dalam surah al-Taubah [9] ayat 71, وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”(QS. al-Taubah [9] :71) Golongan yang di berkahi Allah dan di liputi rahmat-Nya adalah golongan yang beriman kepada Allah, saling membantu dan mencintai diantara mereka, memerintahkan untuk berbuat yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menjalin hubungan dengan Allah melalui salat, dan menjalin hubungan di antara sesama melalui zakat. Serta di bawah ini kewajiban zakat dalam as-Sunnah yang berkaitan dengan hadis di atas –yang telah disebutkan—, antara lain; a. Hadis dari Jabir –radhiyallahu’anhu- meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Nabi, ‘Apa pendapatmu jika seseorang telah menunaikan zakatnya?’, Nabi bersabda, مَن أَدَى زَكَاة مَالِهِ ذَهَبَ عَنهُ شّرُّهُ “Barangsiapa yang menunaikan zakat hartanya, keburukan telah hilang darinya.” (HR. Al-Jamaah) b. Hadis dari Jabir Abdullah –radhiyallahu’anhu- berkata, “Aku berjanji setia kepada Rasulullah untuk mendirikan shalat, membayar zakat, dan menasihati setiap Muslim.” (HR. Bukharii) Orang yang Wajib Zakat Zakat diwajibkan kepada orang Muslim yang merdeka dan memiliki nisab dari segala jenis harga yang wajib di zakati. Sebuah harta dianggap telah mencapai nisab apabila memenuhi kriteria berikut; Pertama, Lebih dari kebutuhan pokok, seperti makanan sandang, tempat tinggal, kendaraan, dan alat-alat kerja; Kedua, telah mencapai haul Hijriah. Permulaan haul dihitung dari hari memiliki nisab, nisab ini harus tetap utuh setahun penuh. Jika di tengah-tenah tahun nisab berkurang, kemudian sempurna lagi, perhitungan haul dimulai lagi dari waktu sempurna setealah berkurang tersebut. Imam an-Nawawi berkata, “Madzhab kami, madzhab Maliki, Ahmad, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa harta yang wajib diakati karena ‘ain (barangnya) yang wajib dizakati, seperti emas, perak, dan binatang ternak disyaratkan mencapai nisab selama setahun penuh. Jika nisab ini berkurang pada suatu waktu di tengah-tengah tahun, perhitungan haul menjadi terputus. Jika setelah berkurang nisab terpenuhi nisab lagi, perhitungan haul di mulai lagi dari waktu terpenuhinya nisab ini. Sementara Abu Hanifah mengatakan bahwa yang dijadikan patokan adalah terpenuhinya nisab. Pada awal tahun dan akhir tahun. Karena itu, berkurangnya nya nisab di tengah-tengah tahun tidak memutuskan perhitungan haul. Syarat haul tersebut tidak berlaku untuk zakat pertanian karena waktu zakatnya adalah ketika masa panen. Allah SWT, berfirman, “Dan berikan haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya.” (QS. al-An’am [6]: 141) 2. Hadis Mengenai Dosa Bagi Orang yang Enggan Membayar Zakat حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا } لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ{ الْآيَةَ عَمْرٌو (رواه البخاري ١٤٠٣) Terjemah hadis: Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Aal Qasim telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Dinar dari bapaknya dari Abu Shalih As-Saman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa yang Allah karuniakan harta, kemudian ia enggan menunaikan zakatnya, maka harta tersebut akan diserupakan dengan (menjadi) seekor ula rbesar yang akan mematuknya pada hari kuamat kelak, ia (ular tersebut) memiliki dua taring dan meangkap dengan kedua tulang rahang bawahnya. Dia berkata, “Aku adalah hartamu, Aku adalah harta simpananm.” Kemudian Beliau membaca ayat, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di Langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (HR. Bukhari no.1403) Syarah Hadis: Orang yang enggan membayar zakat akan mendapat siksaan di akhirat dan di dunia. Di akhirat dia akan mendapatkan siksaan yang pedih. Pernyataan ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala sebagai berikut, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْأَحْبَارِ وَٱلرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ ﴿٣٥﴾ “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.(34) (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (35)” (QS. al-Taubah [9]; 34-35) Dalil al-Qur`an yang Berkaitan Dengan Hadis di atas Orang yang enggan membayar zakat akan mendapat siksaan di akhirat dan di dunia. Di akhirat dia akan mendapatkan siksaan yang pedih. Pernyataan ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala sebagai berikut, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْأَحْبَارِ وَٱلرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلَّذِينَ يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ ﴿٣٥﴾ “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.(34) (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (35)” (QS. al-Taubah [9]; 34-35) Dalil sunnah yang Berkailatan Dengan Hadis di atas Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, وما منع ثوم الزكاة إلا ابتلاهم الله بااسنين “Tidaklah suatu kaum menolak mengeluarkan zakat, melainkan Allah akan mengujinya dengan kelaparan (paceklik). 3. Hadis tentang Wajibnya Zakat Fitrah حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ، وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا مَالِكٌ، ح وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، -وَاللَّفْظُ لَهُ- قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ، صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى، مِنَ الْمُسْلِمِينَ» (رواه مسلم٩٨٤ ) Terjemah hadis: “Telah menceritakan kepada Abdullah bin Maslamah bin Qo’nab, dari Qutaibah bin Sa’id yang berkata, telah menceritakan kepada kami Malik dari dari Yahya bin Sa’id –dengan lafadznya- berkata: Aku membacakan kepada Malik, dari Nafi’ dari Ibnu Umar –radhiyallahu’anhu-, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah dibulan Ramadhan kepada orang banyak, sebanyak satu gantang (sha’) kurma atau satu gantang gandum untuk setiap orang merdeka dan hamba sahaya laki-laki dan perempuan dari kaum muslimin.” (HR. Muslim no. 984) ‘ Syarah Hadis Ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata (قرض), akan tetapi menurut mayoritas ulama salaf dan khalaf yaitu harus/wajib. Maka zakat fitri wajib di tunaikan karena keumuman lafadz sebagaimana terdapat dalam firman Allah, “Dan tunaikanlah zakat...” Beliau berkata, mengenai makna lafadz ini yang penggunaannya berkaitan dengan istilah syara’. Ibrahim bin Rahwaih berkata, “kewajiban zakat fitri ini merupakan ijma’ para ulama. Sebagian dari ahli Iraq, sebagian dari madzhab Maliki, serta sebagian dari madzhab Syafi’i bahwa zakat fitri itu tidak wajib, akan tetapi sunnah. Sedangkan menurut Abu Hanifah di wajibkan bukan di fardhukan . من رمضان Lafadz ini menunjukkan ukuran waktu kewajiban dalam menunaikan zakat. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, akan tetapi pendapat yang lebih kuat ialah dari pendapatnya ulama imam Syafi’i –rahimahullah—; pertama, menunaikan zakat mulai dari sebelum terbenamnya matahari sampai awal masuknya malam idul fitri; kedua, dari mulai terbitnya fajar ketika malam id. Dan menurut mereka bahwa, di wajibkan menunaikan zakat dari terbenamnya matahari dan terbitnya fajar. صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِير dalam dalil fiqih diwajibkan atas tiap seseorang satu sha’, yang di maksudkan disini walaupun satu sha’nya bukan jenis dari gandum atau buah anggur yang telah di keringkan (kismis) tetap di wajibkan menurut jumhur ulama. Menurut Abu Hanifah dan Ahmad: terdapat riwayat dari Muawiyah yang menyebutkan bolehnya mengeluarkan setengah sha’, dan hujjah menurut jumhur ulama berdasarkan riwayat dari Sa’id, “satu sha’ itu dari makanan (pokok), gandum, kurma, atau satu sha’ dari buah anggur yang di keringkan. Hubungan Hadis di atas dengan Al-Qur`an Orang-orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam Al-Qur`an. Mereka itu terdiri atas delapan golongan. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur`an Surah at-Taubah [9] ayat 60, Artinya: Yang berhak menerima zakat Ialah orang fakir , orang miskin , pengurus zakat , Muallaf , memerdekakan budak , orang berhutang , Orang yang pada jalan Allah (sabilillah) , orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) Hubungan Hadis di atas dengan yang lain حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ السَّكَنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَهْضَمٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ نَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ Yahya bin Muhammad bin As-Sakan menyamaikan kepada kami dari Muhammad bin Jahdhan, dari Ismail bin Ja’far, dari Umar bin Nafi’, dari ayahnya bahwa Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebesar 1 sha’ kurma atau 1 sha’ gandum kepada seluruh kaum muslimin, baik orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua,. Beliau memerintahkan agar zakat ini ditunaikan sebelum orang-orang berangkat melaksanakan shalat id.” (HR. Bukhari) Relevansi Hadis dengan Fiqh a. Besarnya ukuran yang di Wajibkan pada setiap orang dalam zakat fitrah 1. Pendapat pertama, ialah seukuran satu sha’ dari setiap jenis makanan. Ini pendapat mayoritas ulama –kecuali Abu Hanifah dan ash-Habul ra’yi— dalail mereka yaitu salah satunya hadis dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu’alihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha’ kurma, satu sha’ gandum, kemudian orang-orang berpindah ke setengah sha’ burr (jenis gandum) 2. pendapat kedua, yang wajib adalah seukuran satu sha’, kecuali pada burr, ia boleh seukuran setengah sha’. b. Syarat-syarat wajib zakat fitrah 1. Islam, orang yang tiak beragama Islam tidak wajib membayar zakat fitrah. 2. Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan ramadhan, anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak waji fitrah. Orang yang menikah sesudah terbenam matahari tidak wajib membayarkan fitrah istrinya yang baru dinikahinya itu. 3. Dia mempunyai lebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib di nafkahinya. c. Orang yang tidak berhak menerima zakat Sebagaiana telah dijelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan, dan orang-orang yang tidak berhak menerima zakat ada lima golongan, sebagaimana penjelasan berikut ini 1. Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kaya itu ialah orang yang mempunyai harta yang mencukupi untuk penghidupannya sendiri serta orang yang dalam tanggungan. 2. Hamba sahaya karena mereka mendapat nafkah dari tuan mereka. 3. Keturunan Rasulullah shallallahu’alihi wasallam 4. Orang dalam tanggungan yang berzakat, artinya orang yang berzakat tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang dalam tanggungannya dengan nama fakir miskin. 5. Orang yang tidak beragama Islam.
0 comments:
Posting Komentar