“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan
pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk
perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikian
sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat..” (QS.
Al-A’raf [7]: 26)
Dalam ayat ini, Allah memberikan kepada anak cucu Adam pakaian sebagai
perhiasan dan menutupi aurat. Pakaian yang melekat di lahiriah kita adalah
perhiasan. Pakaian yang dilahiriah kita akan menjadi perhiasan yang indah bila
diiringi dengan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan akan
lebih indah lagi bila lahiriah dan batiniah dalam dua lingkup menjadi
perhiasan. Dimana ketakwaan dalam pandangan Islam yaitu menjalani perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.
Fenomena yang
sering kita temui dikebanyakan masyarakat yaitu dengan mengatakan “yang
penting hatinya dulu ditutupi” ini merupakan pemahan yang salah, karena
salah satu fungsi pakaian ialah menutupi aurat yang merupakan perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala penerapan dari ketakwaan.
Diantara hadis yang berkaitan dengan ayat diatas yaitu riwayat dari
Ahmad, “Dari Abi Mathar bahwasanya dia baru saja melihat Saidina Ali
-radiyallahu’anhu- menghampiri seorang pedagang dan membeli pakaian darinya
seharga tiga dirham, kemudian ia mengenakannya, ketika ia mengenakannya dari
pergelangan tangan sampai ke lutut, Ia berdoa: ‘Segala puji bagi Allah yang
telah memberiku pakaian bagus yang menghiasiku dan dapat menutup auratku’ lalu
ditanyakan kepadanya: ‘Apakah doa ini
dari ucapanmu atau dai Nabi?’ ia menjawab: ‘Doa ini aku dengar dari Nabi shallallahu
’alaihi wassallam ketika Beliau mengenakan pakaian: ‘Segala puji bagi Allah
yang telah memberiku pakaian bagus yang dapat menghiasiku dihadapan oran-orang
dan dapat menutupi auratku..”
Pakaian lahiriah yang
telah menutupi aurat kita harus sesuai dengan akhlak (kelakuan, -ed), seperti
contoh orang yang telah menutupi auratnya tetapi akhlaknya tidak baik seperti
suka berbohong, suka menyakiti orang lain, mata yang masih jelalatan dan cara
berjalan yang masih berlenggak-lenggok.
Pakaian takwa itu
sendiri mempunyai ciri-ciri secara fisik seperti tidak transparan, tidak ketat,
tidak menyerupai lawan jenis, dan warna yang tidak mencolok. Ciri-ciri terakhir
ini masih terjadi khilafiyah diantara para ulama. Dan dari segi islaminya juga diiringi dengan
akhlak baik yang mencerminkannya.
Diakhir wawancara,
Hj. Mutmainnah, M.A. berpesan: ”Kita sebagai orang yang menjaga Al-Qur`an,
pakaian yang kita kenakan dari segi lahiriah harus sesuai dengan Al-Qur`an dan
batiniah kita juga sesuai dengan Al-Qur`an dengan tuntunan yang sudah ada,
bukan hanya menghapalkannya saja tetapi juga mengamalkannya. Dan sesuailah apa
yang dihapalkan dengan yang diamalkan.” (Ayu Rostiana)
*hasil wawancara dengan Hj. Mutmainnah, M.A., selaku dosen dan
Instruktur tahfizh di IIQ Jakarta
0 comments:
Posting Komentar