ilmu/google.com
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan
di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah
Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujadilah
[ ]: 11)
Ayat pertama ialah ya ayyuhaladzina amanu idza qiila lakum
tafassahu fil majalis
Dalam kitab Shofatus Taffasir halaman 1478 karya ’Ali
Ash-shobuni menurut Mujahid seorang mufassir dari kalangan tabi’in mengatakan
bahwa ayat ini turun ketika para sahabat sedang duduk-duduk di majelis
Rasulullah. Maka kemudian diperintahkan untuk duduk tidak berdesak-desakkan, apabila datang
seorang sahabat lagi maka dipersilahkan untuk duduk.
Imam Al-Khazim berkata, Allah sedang memerintahkan dengan ayat ini agar orang mukmin untuk bertawadhu’ dan saling mempersilahkan kepada orang yang
baru datang untuk duduk bersama Rasul. Tujuannya yaitu agar orang-orang
mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan nasehat dan pelajaran dari
Rasulullah.
Dalam hadis Nabi bersabda, “Janganlah berdiri (laki-laki)
salah satu diantara kalian di majelis Rasul,
kemudian duduk kembali tetapi yang penting ialah saling memberi jalan dan
saling mempersilahkan maka dengan begitu urusannya dipermudah oleh Allah.”
Imam
Fakharuddin Ar-Razi berkata dalam tafsirnya yaitu tafsir Ar-Razi, ayat ini
tidak berbicara tentang itu saja. Walaupun ayat tersebut turun dalam konteks
majelis Nabi tetapi untuk dapat mempermudah urusan manusia didalam hal tempat,
mencari rezeki, dan hati. Dan Ar-Razi mengatakan bahwa dalam ayat ini
menjelaskan siapa pun memperluas atau memudahkan hamba hamba Allah untuk
mendapatkan kebaikan maka Allah akan mempermudah urusannya baik di dunia dan di
akhirat. Ada sebuah hadis dalam kitab tersebut, “Allah
selalu menolong hambanya selagi ia masih menolong saudaranya.”
ayat yang kedua ialah fafsahu
yafsahillahu lakum wa idza qilan syuzu fansyuzu..
Ibnu Abbas menyatakan ayat ini, yang pertama yaitu memerintahkan
untuk memperlebar kesempatan bagi orang lain, kedua untuk berdiri atau jika
orang lain datang.
Kegita yaitu yar fa’illahulladzina amanu minkum walladzi
nautul’ilma darajat
Ayat ini memberitahukan bahwa yang
dimuliakan Allah adalah orang berilmu dan beriman. Sebagaimana dalam hadis,
“kelebihan orang berilmu dibanding hamba-hamba yang lain sebagaiman lebihnya bulan
purnama dibanding bintang-bintang yang lain.” Didalam kitab tersebut, mengutip
pendapat al-Qurthubi
ayat ini menjelaskan sesungguhkan ketinggian atau keluhuran seorang hamba menurut Allah adalah dengan ilmu dan iman. Bukan karena lebih dulu
datang ke majelis.
Penjelasan ayat ini bahwa Allah akan mengangkat derajat orang orang
mukmin dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin
yang berilmu secara khusus akan diangkat lebih tinggi derajatnya beberapa
derajat. Dan akan diberikan derajat yang mulia di surga. Ibnu Mas’ud berkata,
“Allah memuji ulama di akhir ayat ini.” Kemudian ia berkata, “Wahai manusia,
pahamilah ayat ini agar kamu mencintai ilmu karena Allah berkata, “seorang
mukmin yang berilmu akan diangkat derajatnya diatas orang mukmin yang tidak
berilmu.”
Perempuan Menunut Ilmu
Dalam buku Nida Al-Qur`an dikalangan
umat Islam ada dua golongan yang mempunyai pandangan perempuan yang menuntut
ilmu. Golongan yang pertama ialah al-Mutasyaddidun menyatakan bahwa
wanita hanya boleh di dalam rumah dan melarang perempuan pergi sekolah
(menuntut ilmu), alasannya ialah fardlu syari’ah. Dasar kelompok ini ialah
menafsirkan ayat waqarna fi buyutikunna secara keras bahwa perempuan hanya
berdiam di rumah. Kelompok ini biasanya di Taliban, Afganistan. Kelompok yang
kedua ialah yang memudah-mudahkan syari’at agama atas nama kebebasan bahwa
permpuan bebas atas apapun diantaranya bebas menggugah aurat. “Sebaiknya kita
sebagai muslim memilih yang mutawassit (yang tengah-tengah), selagi
perempuan yang berpergian dengan tujuan yang baik, jika sudah mendapat izin
dari orang tua atau suami, itu tidak menjadi persoalan,” Jelas Pak Mursyid. Didalam
hadis mengatakan, “wajib bagi muslim menuntut ilmu,” dan “tidak termasuk
golonganku orang yang tidak pandai dan tidak belajar.”
Dan
sebagian besar Nabi mempunyai sahabat dikalangan perempuan (sahabiah –ed), dan
istri-istri Nabi pula banyak yang meriwayatkan hadis dari Beliau dimana
perempuan mempunyai peran penting dalam meriwayatkan hadis. Sahabat-sahabat
yang lain pula menggali ilmu dari sebagian sahabiah dan istri-istri Nabi,
daiantaranya ialah Aisyah binti Abu Bakar yang mempunyai 299 murid, 28
perempuan dan 232 laki-laki; Ummu
Salamah binti Abi Umayyah memiliki 101 murid, 23 perempuan dan 78 laki-laki;
Hafsah binti Umar mempunyai 20 murid, 3
perempuan dan 17 laki-laki; Asma’ binti Abu Bakar memiliki 21 murid, 2
perempuan dan 21 laki-laki; Hazimah al-Wathobiyah memiliki 22 murid, yang
seluruhnya laki-laki; Asma binti Umay mempunyaai 13 murid, 2 perempuan dan 11
laki-laki; Milla binti Abi Sufyan memiliki 21 murid, 3 perempuan dan 18
laik-laki; Fathimah binti kay memiliki 11 murid, semuanya laki-laki. Inilah
sebagian istri dan sahabaiah Nabi yang meriwayatkan hadis dan yang menyerap
ilmu dari mereka sebagian besar
laki-laki.
Diakhir
wawancara Pak Mursyid berpesan, “berbahagialah mahasiswi-mahasiswi IIQ karena
diberikan kesempatan oleh Allah untuk mempelajari dasar-dasar ilmu agama
saperti ilmu-ilmu Al-Qur`an; Tahfizh yang baik, memperdalam ‘Ulum Al-Qur`an,
Qira’at, dan ilmu Ushuluddin. Disamping itu pula rajinlah belajar, punya idola
baik tokoh-tokoh yang dimasa Nabi maupun tokoh-tokoh dizaman sekarang yang
dapat membangkitkan semangat kalian.” (Ayu Rostiana)
Hasil wawancara dengan Bapak Ali Mursyid, M.A
Terima Kasih yaa ^_^
BalasHapusAfwan ya akhwaty fillah...
BalasHapus