Seputar Wanita dan Kepemimpinan

Seputar Wanita dan Kepemimpinan Bersama Dr. H. Ahmad Fudhaili, M.A. Ada dalil dari ayat al-Qur`an dalam surah an-Nisâ`[4] ayat 34 yang berbunyi arrijalu qowwamuna ‘ala an-nisâ` ‘laki-laki menjadi pemimpin bagi wanita’, dan dalam suatu hadis dari Abu Bakrah yang berbunyi lanyyufliha qaumun walau amrahum imra`atan ‘Tidak akan beruntung suatu kaum yang mengangkat perempuan sebagai pemimpin mereka”, apakah kedua dalil tersebut bisa dijadikan landasan hukum? Pada surah an-Nisâ` [4] ayat 34 berbicara tentang kepemimpinan laki-laki (suami) dalam rumah tangga. Ayat ini juga dijadikan dasar bahwa kepemimpinan berada di tangan laki-laki, sehingga hak-hak politik perempuan berada di tangan laki-laki. Kepemimpinan ini pun tidak mencabut hak-hak istri dalam berbagai segi, termasuk dalam hak kepemilikan harta pribadi dan hak pengelolaannya walaupun tanpa persetujuan. Sedangkan mengenai hadis diatas terlebih dahulu harus meneliti aspek sejarah hadis tersebut dimunculkan (asbab al-wurud). Berkaitan dengan hadis tersebut ada dua pendekatan kaidah; Pertama, al-‘Ibrah bi ‘Umumin al-Lafzhi la bi Khushsus al-Sabab. Pendekatan pemahaman hadis diatas dengan menggunakan kaidah tersebut mempunyai dua kelamahan, bertentangan dengan pemahaman Al-Qur`an dan bertentangan dengan fakta sejarah, dimana alam Al-Qur`an menceritakan seorang penguasa negeri Saba yang bernama ratu Bilqis. Kepemimpinannya dikenal sukses serta negaranya yang aman sentosa; Kedua, al-‘Ibrah bi khushsus al-sabab la bi ‘umumin al-Lafzh. Dengan kaidah ini, bahwa hadis ini berkaitan dengan bangsa Persi yang mengangkat putri Kisra, dimana tidak ada yang menempati kedudukan tersebut setelah saudara-saudaranya dibunuh oleh ayahnya sendiri karena berambisi untuk menduduki tahta kerajaan. Tetapi, tidak lama kemudian kekuasaannya hancur berantakan, sebagaimana sumpah Nabi Muhammad kepada mereka agar mereka dirobek-robek seperti Kisra merobek surat dari beliau. Maka, kedua dalil diatas tidak relevan jika dijadikan landasan hukum. Bagaimana kepemimpinan wanita pada masa Rasulullah atau Sahabat? Ruang lingkup kepemimpinan pada zaman Rasulullah tidak luas seperti sekarang, diana pada zaman ini perempuan diberi suatu keluasan dibanding zaman sebelumnya. Tapi, dahulu Rasulullah pernah memerintah Ummu Waraqah menjadi imam untuk keluarganya. Pada dasarnya, Siti Khadijah pun adalah seorang pemimpin. Kerena pada saat beliau belum menjadi istri Rasulullah, beliaulah yang menguasai “harta kekayaan” dan juga salah satu “pegawai” beliau ialah Rasulullah sendiri. Al-Qur`an juga telah menceritakan bagaimana kepemimpinan wanita. Seperti Ratu Bilqis. Ia adalah seorang pemimpin atau raja yang cerdas dan sukses dalam sebuah kepemimpinan “kolektif” di bangsanya, Saba. Dan juga Al-Qur`an telah mengabadikannya dengan mempunyai karakteristik kepemimpinan diantaranya; memimpin kerajaan yang luas dan kaya; suka bermusyawarah dengan para petinggi negara; memahami resiko yang terjadi dalam kebijakan politiknya sehingga dapat mengambil keputusan politik dengan sangat bijaksana; cepat tanggap terhadap kebenaran dan tidka ragu mengakui kebenaran orang lain. Lalu, bagian apa saja yang terlarang bagi wanita dalam memimpin? Seluruh bagian di perbolehkan, bahkan bagian terbesar pun. Tetapi, perempuan punya proporsi sendiri. Bagian yang tidak diberbolehkan untuk perempuan ialah seperti memimpin salat untuk laki-laki, dimana para imam madzhab sepakat bahwa terlarangnya wanita memimpin salat dan juga dalam memimpin dalam hal perwalian. Pada zaman Rasulullah perempuan ikut serta dalam peperangan dan bagian yang diizinkan untuk perempuan ialah bagian “Palang Merah” seperti merawat Mujahidin yang terluka, memberi minum tentara Muslim, serta ada juga yang mengumpulkan anak panah. Apakah Bapak termasuk pro atau kontra terhadap kepemimpinan wanita? Mengenai pro dan kontra itu ialah masalah politis. Tetapi, jika dilihat dari masalah akademisnya, tidak ada yang menghalangi perempuan untuk maju dan berkompetisi dalam memimpin. Kalaupun mereka kalah dalam berkompetisi, itu hanya dalam seleksi. Tetapi, tergantung pemimpin apa yang kita maksud. Dalam kepemimpinan itu pun harus mengandalkan keprofesionalan. Bagaimana kriteria perempuan yang layak diberikan jabatan atau menjadi pemimpin? Sama seperti laki-laki. Kepemimpinan itu bukan dilihat dari gendernya, tapi dari segi kualitasnya. Misalnya mereka bisa me-manage (mengelola) suatu bangsa dan luas ilmunya. Seperti contohnya, disebutkan dalam Al-Qur`an kisah Jalut dan Thalut, ketika Nabi Samuel mengangkat Jalut menjadi pemimpin karena keluasan ilmunya dan jism (kesehatan jasmani)-nya. Tapi, banyak kelemahan perempuan Pak, seperti haid, nifas, dan kurang agama serta akalnya? Seluruh kelemahan anak perempuan Adam sudah menjadi fitrah, sebagaimana pernyataan Rasulullah. Perempuan dianggap lemah dien-nya yakni sesuai dengan pernyataan Rasulullah; dalam masalah persaksian (utang-piutang—red), dimana dua perempuan banding satu laki-laki; kemudian ketika mereka haid, mereka tidak boleh salat (tidak di qadha—red). Pada dasarnya ketika mereka haid, merupakan ibadah dimana mereka menjalankan perintah Allah ketika haid agar tidak melakukan salat. Tapi, apakah ibadah perempuan hanya salat dan puasa saja? Tentu tidak. Ketika mereka mengabdi (patuh) kepada suaminya merupakan ibadah dan ketika mereka mengurus anak merupakan ibadah juga. Kapan seorang wanita bisa dijadikan pemimpin? Ketika mereka siap dan terpilih dalam kompetisi.

0 comments:

Posting Komentar