BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur`an
sebuah kitab suci lagi mulia yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wassallam melalui malaikat Jibril alaihissallam. Al-Qur`an terdiri
dari enam ribu enam ratus ayat lebih dan terdiri dari surah yang sudah menjadi
bukti bahwa Al-Qur`an merupakan mukjizat bagi Nabi Shallallahu’alaihi
Wassallam. Dimana susunan ayat dan surah-surah di dalam Al-Qur`an merupakan
tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam, sebagaimana yang
akan kita ketahui dalam pembahasan kali ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ayat
Secara bahasa mengandung empat arti:
إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِۦٓ أَن يَأْتِيَكُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُم
"Sesungguhnya tanda kerajaannya
ialah datangnya Tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan.” (al-Baqarah: 248)
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦ خَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَٰنِكُمْ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit
dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu.” (ar-Rum: 22)
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang mengerti.” (an-Nahl: 67)
سَلْ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ كَمْ ءَاتَيْنَٰهُم مِّنْ ءَايَةٍۭ بَيِّنَةٍ
“Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata....” (al-Baqarah: 211)
Sedangkan menurut istilah ayat adalah bagian
dari surah yang mempunyai awal dan akhir, akhir ayat dinamakan fashilah
Dalam keterangan lain, ayat adalah satuan teks
terkecil yang terdiri dari beberapa frase atau satu frase, yang membentuk
kalimat sempurna, (walaupun hanya melalui perkiraan makna), memiliki pembuka
dan penutup yang terdapat dalam satuan-satuan surat.
Ayat di dalam Al-Qur`an mempuyai perbedaaan
panjang dan pendeknya, kebanyakan ayat yang panjang ada pada surat-surat yang
panjang, dan ayat yang pendek ada pada surat-surat yang pendek pula. Ayat yang
paling panjang adalah ayat tentang hutang yang terdapat dalam surat al-Baqarah
, dan yang paling pendek adalah ayat طه , dan يس yang
terdapat pada kedua surat tersebut.
Ada berpendapat bahwa ayat juga terdapat di
dalam satu kalimat seperti (مدهامتان,
:
الرحمن 64), Dan ada
juga yang mengatakan ayat terdapat dalam dua kalimat seperti (والضحى ),
dan bisa juga lebih banyak dari itu.
Dan itu
kebanyakan ayat Al-Qur`an. Sebagian ulama berpendapat: tidak ada ayat dalam
satu kalimat kecuali (مدهامتان , : الرحمن64), ayat ini berbeda dari yang lainnya.
2. Pengertian surat
Menurut al-Zarqâni, surat secara bahasa juga
memiliki beberapa arti :
Secara terminologis, surat berarti sekelompok
ayat yang mandiri yang memiliki awal dan akhir.
Menurut al-Zarkasyi
Sedangkan
Surah menurut istilah ulama adalah bagian dari ayat Al-Qur`an yang terkumpul dan terhubung satu sama
lainnya hingga mencapai panjang dan berukuran seperti yang di inginkan Allah. Dan semua surah di awali dengan basmallah kecuali surah
Bara’ah (at-Taubah).
Surah di dalam Al-Qur`an mempuyai perbedaaan
panjang dan pendeknya. Surah yang paling panjang adalah surat al-Baqarah, dan yang paling pendek adalah surah al-Kautsar.
Ada banyak pendapat yang menjelaskan asal
di beri nama (السور)
suwar:
Didalam at-Tibyan (karya imam An-Nawawi)
disebutkan bahwa jumlah ayat Al-Qur`an disepakati jumlahnya diperhitungkan enam ribu dua
ratus ayat lebih.
Para ulama yang mengemukakan pendapat
bilangan ayat dalam Al-Qur`an :
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, setiap
ulama mempunyai pendapat yang berbeda. Hal ini dikarenakan Nabi Shallallahu’alaihi
Wassalam membaca waqaf ujung-ujung ayat untuk memberikan pengertian
kepada para sahabat. Kemudian setelah mereka tahu, beliau membaca washal,
demi memperoleh pengertian yang utuh. Sehingga sebagian sahabat mengira bahwa
apa yang dibaca waqaf oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam itu
bukanlah fashilah, karena beliau membaca washal pula dengan
anggapan mereka, semuanya merupakan satu ayat. Sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai ayat
tersendiri.
Jumlah surat dalam berbagai Mushaf :
Mengenai tertib surah terdapati tiga pendapat, yaitu :
أَوْسِ بْنِ حُذَيْفَةَ قَالَ كُنْتُ فِي
الْوَفْدِ الَّذِينَ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَسْلَمُوا مِنْ ثَقِيفٍ ....الحادث ,فقَالَ لنا رَسُولَ اللَّهِ : "طَرَأَ
عَلَيَّ حِزْبٌ مِنْ الْقُرْآنِ فَأَرَدْتُ أَنْ لَا أَخْرُجَ حَتَّى
أَقْضِيَهُ" فَسَأَلْنَا أَصْحَابَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ تُحَزِّبُونَ
الْقُرْآنَ ؟ قَالُوا نُحَزِّبُهُ ثَلَاثَ سُوَرٍ وَخَمْسَ سُوَرٍ وَسَبْعَ سُوَرٍ
وَتِسْعَ سُوَرٍ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سُورَةً وَثَلَاثَ عَشْرَةَ سُورَةً وَحِزْبَ
الْمُفَصَّلِ مِنْ قَافْ حَتَّى يُخْتَمَ...
Artinya : “Aus bin Hudzaifah yang berkata: Saya berada
dalam rombongan utusan yang mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Mereka telah masuk Islam, dari kabilah Tsaqif… Hadis, kemudian Beliau bersabda,
“Telah turun kepadaku hizb Al-Qur’an, sehingga aku tidak ingin keluar sampai
hal (hizb) itu selesai.” Kami bertanya kepada para sahabat Rasulullah
ahallallahu `alaihi wasallam: “Bagaimana kalian membagi pengelompokan Al-Qur`an?’ Mereka menjawab: “Kami membaginya menjadi tiga surat,
lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan
hizb Al-Mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir.”
Ulama
sepakat bahwa tertib ayat adalah bersifat tauqifi (menurut ketentuan)
artinya susunan Al-Qur`an yang kita lihat sekarang ini adalah sesuai perintah
dan wahyu dari Allah.
Adapun setelah
penyusunan ayat Al-Qur`an secara keseluruhan, masih terjadi beberapa perbedaan.
Diantaranya pendapat mengenai ayat yang pertama turun dan yang terakhir turun.
Namun halini tidak menimbulkan kesangsian, mengenai ketauqifian Al-Qur`an.
Top of Form
Al-`Alaq[96]:1
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
|
ٱقْرَأْ
بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ ﴿١﴾
|
Al-`Alaq[96]:2
Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.
|
خَلَقَ
ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾
|
Al-`Alaq[96]:3
Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
|
ٱقْرَأْ
وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ ﴿٣﴾
|
Al-`Alaq[96]:4
Yang
mengajar (manusia) dengan pena.
|
ٱلَّذِى
عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ ﴿٤﴾
|
Al-`Alaq[96]:5
Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
|
عَلَّمَ
ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
|
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلْمُزَّمِّلُ ﴿١﴾
“Wahai
orang yang berselimut (Muhammad)! “
Pendapat Ayat yang terakhir
turun:
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna
sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi
(dirugikan). “
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.”
....يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ
Para ulama telah sepakat bahwa sitematika
Al-Qur`an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf yang sekarang ini berdasarkan tauqifi,
artinya sistematika terseebut berdasarkan petunjuk Nabi yang di terima dari
Allah melalui malaikat Jibril.
Firman Allah:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ ﴿١٧﴾فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ ﴿١٨﴾
“Sesungguhnya
Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. al-Qiyamah: 17-18)
Namun, sistematika menurut ulama tersebut
bukan berdasarkan nuzulul ayat, akan tetapi sesuai dengan keterkaitan ayat yang
satu dengan yang lainnya dan hubungan tata bahasanya. Misalnya sebuah ayat
turun setelah dua tahun ayat sebelumnya, maka ayat tersebut berada pada
sistematika ayat sebelumnya. Contoh surah al-Baqarah ayat 234:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan
istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu
mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 234)
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَٰجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَٰجِهِم مَّتَٰعًا إِلَى ٱلْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِى مَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ مِن
مَّعْرُوفٍ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS.
Al-Baqarah: 240)
Ayat pertama
lebih dahulu sistematikanya tetapi dalam nuzul ayat itu di akhirkan.
Sistematika ayat Al-Qur`an yang diperoleh atas
tauqifi dari Nabi Muhammad yang datang dari Allah, bukan termasuk
ijtihadi karena seperti telah di ketahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
Wassallam memperoleh wahyu Al-Qur`an melalui perantara Jibri dari Allah.
Setiap kali Jibril menyampaikan wahyu, ia juga menunjukkan penempatan ayat-ayat
tersebut sebagaimana yang telah diperintahkan Allah. Dalam terjemah Mabāḥis fi
‘Ulūmil Qur`ān: Utsman bin Abil ‘As berkata:
كُنتُ جَالِسًا عِندَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسّلَّمَ إذْ
شَخَصَ بِبَصَرِهِ ثُمَّ صَوَّبَهُ, ثُمَّ قَلَ: أَتَانِى جِبْرِيلُ فَأَمَرَنِى
أَنْ أَضَعَ هذِهِ اْلآ يَةَ هذَا الْمَوْضِعَ مِنْ هذِهِ السُّوْرَةِ. (إِنَّ
اللهَ يَاْمُرُبِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآ ءِ ذِى الْقُرْبى
“Aku tengah
duduk disamping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu beliau
kembali seperti semula. Kemudian beliau berkata, ‘Jibril telah datang kepadaku
dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat anu dari surah ini: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat...(an-Nahl:
90).”
Untuk
mengetahui satu ayat menurut al-Zarqani hanya dengan tauqif dan syar’i,
karena qiyas dan akal tidak dapat menjangkaunya, hal ini dikarenakan
ayat-ayat Al-Qur`an merupakan bentuk pengajaran dan bimbingan.
Para
ulama berbeda pendapat tentang penyusunan sistematika surah Al-Qur`an
diantaranya:
وَإِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا۟ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِۦ
“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal
dengannya.” (al-Baqarah: 23)
Pada zaman modern ini muncul gagasan
dari kelompok orientalis yang berusaha menyusun sistematika ayat dan surah
al-Quran berdasarkan kronologis turunnya. Kajian kronologi al-Quran di Barat
ini mula-mula dirintis oleh Gustav Weil. Kemudian diikuti oleh Theodor Noldeke,
William Muir, dan sarjana-sarjana lainnya.
Usaha
Weil dalam menyusun urutan ayat dan surah itu, dimulai tahun 1344 M. bagi Weil
semua riwayat hadis dan isnad-isnadnya sama sekali tidak ada artinya, dalam hal
ini Weil membagi tahapan turunnya al-Quran menjadi empat tahap, tiga tahap
turun di Mekkah dan tahap keempat di Madinah. Pembagian tahap yang demikian ini
pun diikuti oleh Noldeka pada tahun 1860 M, yang disertai beberapa perbaikan
kecil mengenai soal-soal yang menjadi kandungan masing-masing tahap.
Sedangkan
usaha yang dilakukan oleh William Muir dalam menyusun urutan Al-Qur`an yaitu,
ia membagi tahapan turunnya Al-Quran menjadi enam; lima tahap di Mekkah dan
satu tahap di Madinah. Dalam usaha itu ia banyak bersandar pada riwayat
kehidupan nabi termasuk isnad-isnadnya setelah dipelajarinya dengan kritis, di
samping itu banyak menelaah data-data informasi sejarah. Kendati demikian, ia
juga mengalami berbagai kekeliruan dan masih juga menggunakan riwayat-riwayat
yang tidak benar sebagai sandaran.
Selain kelompok orientalis muncul juga kelompok yang
menginginkan penyusunan Al-Qur`an berdasarkan kronologis turunnya, yakni
susunan ayat dan surah berdasarkan waktu turunnya sejak wahyu pertama di terima
Rasul. Menurut mereka Al-Qur`an yang beredar luas seperti mushaf Utsmani sangat
membingungkan, mengganggu sistematika pemikiran, dan secara tidak langsung
menghilangkan manfaat dari hikmah penurunan Al-Qur`an secara berangsur-angsur.
Oleh karena itu, kelompok ini menginginkan penyusunan Al-Qur`an berdasarkan
turunnya, yakni surah Makkiyah diletakkan berdampingan dengan surah Makkiyah,
dan surah Madaniyah diletakkan dengan surah Madaniyah.
pendapat kelompok ini dinilai tidak masuk akal karena sudah
jelas bahwa Al-Qur`an datang dari Allah Subhanahu Wata’ala bukan melalui
ijtihad sahabat. Maka susunan yang telah tersusun secara sistematis tersebut
tidak boleh diganggu gugat. Dan alasan penyusunan al-Qur`an berdasarkan tempat
diturunkannya juga tidak bisa diterima, karena dalam satu surat bisa jadi
mengandung ayat-ayat Makiyyah sekaligus Madaniyah. Secara logika, bergandengan
dua tubuh yang saling berbeda jauh lebih ringan daripada terdapatnya
bagian-bagian asing dan sangat berbeda dalam satu tubuh.
Di sisi lain kelompok ini lemah terdapat dua sisi pandangan
al-Qur’an yang berbeda, yaitu maqam tanzil dan ta’lim, dan maqam tadwin dan
tartil. Pada sisi pandang maqam tanzil dan ta’lim menitikberatkan pada kondisi
yang mengharuskan diturunkannya wahyu guna mengajarkan manusia kepada yang
benar dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Sementara pada maqam tadwin
dan tartil memfokuskan pada masalah kodifikasi al-Quran untuk dibaca dan
menjadi kitab yang kekal sepanjang zaman serta pegangan bagi umat manusia
sampai hari kiamat kelak.
BAB III
PENUTUP
Ayat menurut bahasa ialah, tanda atau alamat,
dalil atau bukti, i’brroh atau pelajaran, dan mukjizat atau keajaiban.
Sedangkan menurut istilah ayat adalah bagian dari surah yang mempunyai awal dan
akhir, akhir ayat dinamakan fashilah dan ada juga yang mengatakan ayat
adalah bagian dari Al-Qur`an yang terputus dari kalimat sebelumnya dan
sesudahnya.
Sedangkan surah secara bahasa menurut
al-Zarqani ialah al-Manzilah (posisi), karena posisi surat pada suatu tempat
secara berdampigan dan al-Syaraf (kemuliaan), sesuatu yang menonjol dan baik
dari suatu bangunan, tanda dan pagar. Dan secara istilah, surat berarti
sekelompok ayat yang mandiri yang memiliki awal dan akhir.
Dalam hal di dalam at-Tibyan (karya imam An-Nawawi) disebutkan
bahwa jumlah ayat Al-Qur`an disepakati jumlahnya diperhitungkan enam ribu dua ratus ayat lebih.
Hanya saja kelebihannya ini diperselisihkan. Diantaranya:
Menurut
hitungan Ahli Bashrah adalah tujuh.
Diantara para ulama yang mengemukakan pendapat
bilangan ayat dalam Al-Qur`an :
Sebab perbedaan ini di dikarenakan Nabi Shallallahu’alaihi
Wassalam membaca waqaf ujung-ujung ayat untuk memberikan pengertian
kepada para sahabat. Kemudian setelah mereka tahu, beliau membaca washal,
demi memperoleh pengertian yang utuh. Sehingga sebagian sahabat mengira bahwa
apa yang dibaca waqaf oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam itu
bukanlah fashilah, karena beliau membaca washal pula dengan
anggapan mereka, semuanya merupakan satu ayat. Sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai ayat
tersendiri.
Dalam perbedaan tertib ayat dan surah jumhur ulama sepakat bahwa urutan ayat dan
surah meupakan tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam. Dan
sebagian yang lain menganggap urutan surah sebagian merupakan ijtihadi.
Dan dalam sistematika penyusunan ayat dan
surah merupaka tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam. Sedang
dalam penyusunan Al-Qur`an menurut kronolisnya, para orientalis berusaha
menyusun Al-Qur`an menurut kronologis turunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aly
Ash-Shabuny, Muhammad, 1987. At-Tibyan fi Ulimil Qur`an. Bandung:
Al-Ma’arif.
Manna
Al-Qattan, 2011. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur`an. cetakan empat belas. Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa.
Bin Muhammad
Abu Sya’bah, Muhammad, 2003. Al-Madkhal Li dirasati Al-Qur`an Al-Karim. Cetakan
kedua. Qohiroh: Maktabah As-Sunnah.
Shams Madyan,
Ahmad, 2008. Peta Pembelajaran al-Qur’an. Cetakan pertama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
www.salaf.or.id
www.wikipedia.com