Sebaik-baik Pakaian adalah Pakaian Takwa
07.14
No comments
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan
pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk
perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikian
sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat..” (QS.
Al-A’raf [7]: 26)
Dalam ayat ini, Allah memberikan kepada anak cucu Adam pakaian sebagai
perhiasan dan menutupi aurat. Pakaian yang melekat di lahiriah kita adalah
perhiasan. Pakaian yang dilahiriah kita akan menjadi perhiasan yang indah bila
diiringi dengan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan akan
lebih indah lagi bila lahiriah dan batiniah dalam dua lingkup menjadi
perhiasan. Dimana ketakwaan dalam pandangan Islam yaitu menjalani perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.
Fenomena yang
sering kita temui dikebanyakan masyarakat yaitu dengan mengatakan “yang
penting hatinya dulu ditutupi” ini merupakan pemahan yang salah, karena
salah satu fungsi pakaian ialah menutupi aurat yang merupakan perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala penerapan dari ketakwaan.
Diantara hadis yang berkaitan dengan ayat diatas yaitu riwayat dari
Ahmad, “Dari Abi Mathar bahwasanya dia baru saja melihat Saidina Ali
-radiyallahu’anhu- menghampiri seorang pedagang dan membeli pakaian darinya
seharga tiga dirham, kemudian ia mengenakannya, ketika ia mengenakannya dari
pergelangan tangan sampai ke lutut, Ia berdoa: ‘Segala puji bagi Allah yang
telah memberiku pakaian bagus yang menghiasiku dan dapat menutup auratku’ lalu
ditanyakan kepadanya: ‘Apakah doa ini
dari ucapanmu atau dai Nabi?’ ia menjawab: ‘Doa ini aku dengar dari Nabi shallallahu
’alaihi wassallam ketika Beliau mengenakan pakaian: ‘Segala puji bagi Allah
yang telah memberiku pakaian bagus yang dapat menghiasiku dihadapan oran-orang
dan dapat menutupi auratku..”
Pakaian lahiriah yang
telah menutupi aurat kita harus sesuai dengan akhlak (kelakuan, -ed), seperti
contoh orang yang telah menutupi auratnya tetapi akhlaknya tidak baik seperti
suka berbohong, suka menyakiti orang lain, mata yang masih jelalatan dan cara
berjalan yang masih berlenggak-lenggok.
Pakaian takwa itu
sendiri mempunyai ciri-ciri secara fisik seperti tidak transparan, tidak ketat,
tidak menyerupai lawan jenis, dan warna yang tidak mencolok. Ciri-ciri terakhir
ini masih terjadi khilafiyah diantara para ulama. Dan dari segi islaminya juga diiringi dengan
akhlak baik yang mencerminkannya.
Diakhir wawancara,
Hj. Mutmainnah, M.A. berpesan: ”Kita sebagai orang yang menjaga Al-Qur`an,
pakaian yang kita kenakan dari segi lahiriah harus sesuai dengan Al-Qur`an dan
batiniah kita juga sesuai dengan Al-Qur`an dengan tuntunan yang sudah ada,
bukan hanya menghapalkannya saja tetapi juga mengamalkannya. Dan sesuailah apa
yang dihapalkan dengan yang diamalkan.” (Ayu Rostiana)
*hasil wawancara dengan Hj. Mutmainnah, M.A., selaku dosen dan
Instruktur tahfizh di IIQ Jakarta
Allah Mengangkat Derajat Orang-orang yang Beriman dan Berilmu
ilmu/google.com
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan
di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah
Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujadilah
[ ]: 11)
Ayat pertama ialah ya ayyuhaladzina amanu idza qiila lakum
tafassahu fil majalis
Dalam kitab Shofatus Taffasir halaman 1478 karya ’Ali
Ash-shobuni menurut Mujahid seorang mufassir dari kalangan tabi’in mengatakan
bahwa ayat ini turun ketika para sahabat sedang duduk-duduk di majelis
Rasulullah. Maka kemudian diperintahkan untuk duduk tidak berdesak-desakkan, apabila datang
seorang sahabat lagi maka dipersilahkan untuk duduk.
Imam Al-Khazim berkata, Allah sedang memerintahkan dengan ayat ini agar orang mukmin untuk bertawadhu’ dan saling mempersilahkan kepada orang yang
baru datang untuk duduk bersama Rasul. Tujuannya yaitu agar orang-orang
mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan nasehat dan pelajaran dari
Rasulullah.
Dalam hadis Nabi bersabda, “Janganlah berdiri (laki-laki)
salah satu diantara kalian di majelis Rasul,
kemudian duduk kembali tetapi yang penting ialah saling memberi jalan dan
saling mempersilahkan maka dengan begitu urusannya dipermudah oleh Allah.”
Imam
Fakharuddin Ar-Razi berkata dalam tafsirnya yaitu tafsir Ar-Razi, ayat ini
tidak berbicara tentang itu saja. Walaupun ayat tersebut turun dalam konteks
majelis Nabi tetapi untuk dapat mempermudah urusan manusia didalam hal tempat,
mencari rezeki, dan hati. Dan Ar-Razi mengatakan bahwa dalam ayat ini
menjelaskan siapa pun memperluas atau memudahkan hamba hamba Allah untuk
mendapatkan kebaikan maka Allah akan mempermudah urusannya baik di dunia dan di
akhirat. Ada sebuah hadis dalam kitab tersebut, “Allah
selalu menolong hambanya selagi ia masih menolong saudaranya.”
ayat yang kedua ialah fafsahu
yafsahillahu lakum wa idza qilan syuzu fansyuzu..
Ibnu Abbas menyatakan ayat ini, yang pertama yaitu memerintahkan
untuk memperlebar kesempatan bagi orang lain, kedua untuk berdiri atau jika
orang lain datang.
Kegita yaitu yar fa’illahulladzina amanu minkum walladzi
nautul’ilma darajat
Ayat ini memberitahukan bahwa yang
dimuliakan Allah adalah orang berilmu dan beriman. Sebagaimana dalam hadis,
“kelebihan orang berilmu dibanding hamba-hamba yang lain sebagaiman lebihnya bulan
purnama dibanding bintang-bintang yang lain.” Didalam kitab tersebut, mengutip
pendapat al-Qurthubi
ayat ini menjelaskan sesungguhkan ketinggian atau keluhuran seorang hamba menurut Allah adalah dengan ilmu dan iman. Bukan karena lebih dulu
datang ke majelis.
Penjelasan ayat ini bahwa Allah akan mengangkat derajat orang orang
mukmin dengan menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin
yang berilmu secara khusus akan diangkat lebih tinggi derajatnya beberapa
derajat. Dan akan diberikan derajat yang mulia di surga. Ibnu Mas’ud berkata,
“Allah memuji ulama di akhir ayat ini.” Kemudian ia berkata, “Wahai manusia,
pahamilah ayat ini agar kamu mencintai ilmu karena Allah berkata, “seorang
mukmin yang berilmu akan diangkat derajatnya diatas orang mukmin yang tidak
berilmu.”
Perempuan Menunut Ilmu
Dalam buku Nida Al-Qur`an dikalangan
umat Islam ada dua golongan yang mempunyai pandangan perempuan yang menuntut
ilmu. Golongan yang pertama ialah al-Mutasyaddidun menyatakan bahwa
wanita hanya boleh di dalam rumah dan melarang perempuan pergi sekolah
(menuntut ilmu), alasannya ialah fardlu syari’ah. Dasar kelompok ini ialah
menafsirkan ayat waqarna fi buyutikunna secara keras bahwa perempuan hanya
berdiam di rumah. Kelompok ini biasanya di Taliban, Afganistan. Kelompok yang
kedua ialah yang memudah-mudahkan syari’at agama atas nama kebebasan bahwa
permpuan bebas atas apapun diantaranya bebas menggugah aurat. “Sebaiknya kita
sebagai muslim memilih yang mutawassit (yang tengah-tengah), selagi
perempuan yang berpergian dengan tujuan yang baik, jika sudah mendapat izin
dari orang tua atau suami, itu tidak menjadi persoalan,” Jelas Pak Mursyid. Didalam
hadis mengatakan, “wajib bagi muslim menuntut ilmu,” dan “tidak termasuk
golonganku orang yang tidak pandai dan tidak belajar.”
Dan
sebagian besar Nabi mempunyai sahabat dikalangan perempuan (sahabiah –ed), dan
istri-istri Nabi pula banyak yang meriwayatkan hadis dari Beliau dimana
perempuan mempunyai peran penting dalam meriwayatkan hadis. Sahabat-sahabat
yang lain pula menggali ilmu dari sebagian sahabiah dan istri-istri Nabi,
daiantaranya ialah Aisyah binti Abu Bakar yang mempunyai 299 murid, 28
perempuan dan 232 laki-laki; Ummu
Salamah binti Abi Umayyah memiliki 101 murid, 23 perempuan dan 78 laki-laki;
Hafsah binti Umar mempunyai 20 murid, 3
perempuan dan 17 laki-laki; Asma’ binti Abu Bakar memiliki 21 murid, 2
perempuan dan 21 laki-laki; Hazimah al-Wathobiyah memiliki 22 murid, yang
seluruhnya laki-laki; Asma binti Umay mempunyaai 13 murid, 2 perempuan dan 11
laki-laki; Milla binti Abi Sufyan memiliki 21 murid, 3 perempuan dan 18
laik-laki; Fathimah binti kay memiliki 11 murid, semuanya laki-laki. Inilah
sebagian istri dan sahabaiah Nabi yang meriwayatkan hadis dan yang menyerap
ilmu dari mereka sebagian besar
laki-laki.
Diakhir
wawancara Pak Mursyid berpesan, “berbahagialah mahasiswi-mahasiswi IIQ karena
diberikan kesempatan oleh Allah untuk mempelajari dasar-dasar ilmu agama
saperti ilmu-ilmu Al-Qur`an; Tahfizh yang baik, memperdalam ‘Ulum Al-Qur`an,
Qira’at, dan ilmu Ushuluddin. Disamping itu pula rajinlah belajar, punya idola
baik tokoh-tokoh yang dimasa Nabi maupun tokoh-tokoh dizaman sekarang yang
dapat membangkitkan semangat kalian.” (Ayu Rostiana)
Hasil wawancara dengan Bapak Ali Mursyid, M.A
Tips Menghargai dan Melipat Gandakan Uang Dengan Cara Ber-imajinasi (Wajib Baca)
17.54
7 comments
Tips Menghargai dan Melipat Gandakan Uang Dengan Cara Ber-imajinasi
Uang dengan nominal Rp. 10.000 apa artinya bagi anda? berapa nilainya?
besar kecil? Namun jika memiliki uang Rp. 10.000 mungkin anda akan
membayangkan seandainya anda bukan mempunyai Rp. 10.000 namun Rp. 20.00,
50.000 atau lebih besar dari itu.
Anda ingin melipatgandakan uang anda yang hanya sepuluh ribu ini menjadi
tak terbatas? baiklah saya akan memberikan tipsnya. Namun ingat
sebelumnya anda harus mengikuti semua intruksi dengan benar agar uang
tersebut benar-benar bisa berlipat ganda bila tidak anda cukup
membayangkan saja, Baiklah ikuti cara-cara yang saya kemukakan berikut
1. Tips ini sangat baik jika anda lakukan di rumah, tanpa ada seorangpun
2. Pandang uang anda ini dengan seksama, ingat-ingat darimana anda mendapatkannya
3. Setelah itu jalanlah berkeliling didalam rumah anda
4. Hilangkan uang anda ini dengan cara menjatuhkan atau menyembunyikannya
5. INGAT. Anda harus menghilangkannya artinya jika anda ingat pun anda harus melupakannya
6. Tidur atau pergilah keluar rumah hingga anda merasa lelah
7. Sekarang anda lapar dan ingin membeli sesuatu, sayangnya anda tidak memiliki uang sama sekali.
8. Seandainya anda memiliki uang Rp.5.000 saja itu cukup untuk membeli Mie Instant dan kerupuk
Lalu apa yang anda rasakan sekarang? Anda sekarang tidak punya uang
bukan?maka anda akan mulai berfikir seandainya uang Rp. 10.000 tadi
tidak hilang, maka mulailah Rp. 10.000 tadi dibutuhkan, dicari bahkan
sangat diharapkan. Carilah kembali uang Rp. 10.000 tadi bila ketemu apa
yang anda rasakan sekarang?
Quote
- Bila anda mempunyai imajinasi yang baik, anda cukup berimajinasi saja
- Bisa dilakukan dengan uang berapapun
- Nilai uang bukan dinilai dari nominalnya, namun bagaimana cara memanfaatkan dan mensyukurinya
Tartibul Ayat Wa ah (Tertib Ayat dan Surah)
01.20
No comments
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur`an
sebuah kitab suci lagi mulia yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wassallam melalui malaikat Jibril alaihissallam. Al-Qur`an terdiri
dari enam ribu enam ratus ayat lebih dan terdiri dari surah yang sudah menjadi
bukti bahwa Al-Qur`an merupakan mukjizat bagi Nabi Shallallahu’alaihi
Wassallam. Dimana susunan ayat dan surah-surah di dalam Al-Qur`an merupakan
tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam, sebagaimana yang
akan kita ketahui dalam pembahasan kali ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ayat
Secara bahasa mengandung empat arti:
إِنَّ ءَايَةَ مُلْكِهِۦٓ أَن يَأْتِيَكُمُ ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُم
"Sesungguhnya tanda kerajaannya
ialah datangnya Tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan.” (al-Baqarah: 248)
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦ خَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَٰنِكُمْ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit
dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu.” (ar-Rum: 22)
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang mengerti.” (an-Nahl: 67)
سَلْ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ كَمْ ءَاتَيْنَٰهُم مِّنْ ءَايَةٍۭ بَيِّنَةٍ
Sedangkan menurut istilah ayat adalah bagian
dari surah yang mempunyai awal dan akhir, akhir ayat dinamakan fashilah
Dalam keterangan lain, ayat adalah satuan teks
terkecil yang terdiri dari beberapa frase atau satu frase, yang membentuk
kalimat sempurna, (walaupun hanya melalui perkiraan makna), memiliki pembuka
dan penutup yang terdapat dalam satuan-satuan surat.
Ayat di dalam Al-Qur`an mempuyai perbedaaan
panjang dan pendeknya, kebanyakan ayat yang panjang ada pada surat-surat yang
panjang, dan ayat yang pendek ada pada surat-surat yang pendek pula. Ayat yang
paling panjang adalah ayat tentang hutang yang terdapat dalam surat al-Baqarah
, dan yang paling pendek adalah ayat طه , dan يس yang
terdapat pada kedua surat tersebut.
Ada berpendapat bahwa ayat juga terdapat di
dalam satu kalimat seperti (مدهامتان,
:
الرحمن 64), Dan ada
juga yang mengatakan ayat terdapat dalam dua kalimat seperti (والضحى ),
dan bisa juga lebih banyak dari itu.
Dan itu
kebanyakan ayat Al-Qur`an. Sebagian ulama berpendapat: tidak ada ayat dalam
satu kalimat kecuali (مدهامتان , : الرحمن64), ayat ini berbeda dari yang lainnya.
2. Pengertian surat
Menurut al-Zarqâni, surat secara bahasa juga
memiliki beberapa arti :
Secara terminologis, surat berarti sekelompok
ayat yang mandiri yang memiliki awal dan akhir.
Menurut al-Zarkasyi
Sedangkan
Surah menurut istilah ulama adalah bagian dari ayat Al-Qur`an yang terkumpul dan terhubung satu sama
lainnya hingga mencapai panjang dan berukuran seperti yang di inginkan Allah. Dan semua surah di awali dengan basmallah kecuali surah
Bara’ah (at-Taubah).
Surah di dalam Al-Qur`an mempuyai perbedaaan
panjang dan pendeknya. Surah yang paling panjang adalah surat al-Baqarah, dan yang paling pendek adalah surah al-Kautsar.
Ada banyak pendapat yang menjelaskan asal
di beri nama (السور)
suwar:
Didalam at-Tibyan (karya imam An-Nawawi)
disebutkan bahwa jumlah ayat Al-Qur`an disepakati jumlahnya diperhitungkan enam ribu dua
ratus ayat lebih.
Para ulama yang mengemukakan pendapat
bilangan ayat dalam Al-Qur`an :
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, setiap
ulama mempunyai pendapat yang berbeda. Hal ini dikarenakan Nabi Shallallahu’alaihi
Wassalam membaca waqaf ujung-ujung ayat untuk memberikan pengertian
kepada para sahabat. Kemudian setelah mereka tahu, beliau membaca washal,
demi memperoleh pengertian yang utuh. Sehingga sebagian sahabat mengira bahwa
apa yang dibaca waqaf oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam itu
bukanlah fashilah, karena beliau membaca washal pula dengan
anggapan mereka, semuanya merupakan satu ayat. Sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai ayat
tersendiri.
Jumlah surat dalam berbagai Mushaf :
Mengenai tertib surah terdapati tiga pendapat, yaitu :
أَوْسِ بْنِ حُذَيْفَةَ قَالَ كُنْتُ فِي
الْوَفْدِ الَّذِينَ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَسْلَمُوا مِنْ ثَقِيفٍ ....الحادث ,فقَالَ لنا رَسُولَ اللَّهِ : "طَرَأَ
عَلَيَّ حِزْبٌ مِنْ الْقُرْآنِ فَأَرَدْتُ أَنْ لَا أَخْرُجَ حَتَّى
أَقْضِيَهُ" فَسَأَلْنَا أَصْحَابَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ تُحَزِّبُونَ
الْقُرْآنَ ؟ قَالُوا نُحَزِّبُهُ ثَلَاثَ سُوَرٍ وَخَمْسَ سُوَرٍ وَسَبْعَ سُوَرٍ
وَتِسْعَ سُوَرٍ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سُورَةً وَثَلَاثَ عَشْرَةَ سُورَةً وَحِزْبَ
الْمُفَصَّلِ مِنْ قَافْ حَتَّى يُخْتَمَ...
Artinya : “Aus bin Hudzaifah yang berkata: Saya berada
dalam rombongan utusan yang mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Mereka telah masuk Islam, dari kabilah Tsaqif… Hadis, kemudian Beliau bersabda,
“Telah turun kepadaku hizb Al-Qur’an, sehingga aku tidak ingin keluar sampai
hal (hizb) itu selesai.” Kami bertanya kepada para sahabat Rasulullah
ahallallahu `alaihi wasallam: “Bagaimana kalian membagi pengelompokan Al-Qur`an?’ Mereka menjawab: “Kami membaginya menjadi tiga surat,
lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan
hizb Al-Mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir.”
Ulama
sepakat bahwa tertib ayat adalah bersifat tauqifi (menurut ketentuan)
artinya susunan Al-Qur`an yang kita lihat sekarang ini adalah sesuai perintah
dan wahyu dari Allah.
Adapun setelah
penyusunan ayat Al-Qur`an secara keseluruhan, masih terjadi beberapa perbedaan.
Diantaranya pendapat mengenai ayat yang pertama turun dan yang terakhir turun.
Namun halini tidak menimbulkan kesangsian, mengenai ketauqifian Al-Qur`an.
Al-`Alaq[96]:1
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
|
|
Al-`Alaq[96]:2
Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.
|
|
Al-`Alaq[96]:3
Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
|
|
Al-`Alaq[96]:4
Yang
mengajar (manusia) dengan pena.
|
|
Al-`Alaq[96]:5
Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
|
“Wahai
orang yang berselimut (Muhammad)! “
Pendapat Ayat yang terakhir
turun:
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna
sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi
(dirugikan). “
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.”
....يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ
Para ulama telah sepakat bahwa sitematika
Al-Qur`an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf yang sekarang ini berdasarkan tauqifi,
artinya sistematika terseebut berdasarkan petunjuk Nabi yang di terima dari
Allah melalui malaikat Jibril.
Firman Allah:
“Sesungguhnya
Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. al-Qiyamah: 17-18)
Namun, sistematika menurut ulama tersebut
bukan berdasarkan nuzulul ayat, akan tetapi sesuai dengan keterkaitan ayat yang
satu dengan yang lainnya dan hubungan tata bahasanya. Misalnya sebuah ayat
turun setelah dua tahun ayat sebelumnya, maka ayat tersebut berada pada
sistematika ayat sebelumnya. Contoh surah al-Baqarah ayat 234:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan
istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu
mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 234)
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَٰجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَٰجِهِم مَّتَٰعًا إِلَى ٱلْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِى مَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ مِن
مَّعْرُوفٍ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS.
Al-Baqarah: 240)
Ayat pertama
lebih dahulu sistematikanya tetapi dalam nuzul ayat itu di akhirkan.
Sistematika ayat Al-Qur`an yang diperoleh atas
tauqifi dari Nabi Muhammad yang datang dari Allah, bukan termasuk
ijtihadi karena seperti telah di ketahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
Wassallam memperoleh wahyu Al-Qur`an melalui perantara Jibri dari Allah.
Setiap kali Jibril menyampaikan wahyu, ia juga menunjukkan penempatan ayat-ayat
tersebut sebagaimana yang telah diperintahkan Allah. Dalam terjemah Mabāḥis fi
‘Ulūmil Qur`ān: Utsman bin Abil ‘As berkata:
كُنتُ جَالِسًا عِندَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسّلَّمَ إذْ
شَخَصَ بِبَصَرِهِ ثُمَّ صَوَّبَهُ, ثُمَّ قَلَ: أَتَانِى جِبْرِيلُ فَأَمَرَنِى
أَنْ أَضَعَ هذِهِ اْلآ يَةَ هذَا الْمَوْضِعَ مِنْ هذِهِ السُّوْرَةِ. (إِنَّ
اللهَ يَاْمُرُبِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآ ءِ ذِى الْقُرْبى
“Aku tengah
duduk disamping Rasulullah, tiba-tiba pandangannya menjadi tajam lalu beliau
kembali seperti semula. Kemudian beliau berkata, ‘Jibril telah datang kepadaku
dan memerintahkan agar aku meletakkan ayat ini di tempat anu dari surah ini: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat...(an-Nahl:
90).”
Untuk
mengetahui satu ayat menurut al-Zarqani hanya dengan tauqif dan syar’i,
karena qiyas dan akal tidak dapat menjangkaunya, hal ini dikarenakan
ayat-ayat Al-Qur`an merupakan bentuk pengajaran dan bimbingan.
Para
ulama berbeda pendapat tentang penyusunan sistematika surah Al-Qur`an
diantaranya:
وَإِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا۟ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِۦ
“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal
dengannya.” (al-Baqarah: 23)
Pada zaman modern ini muncul gagasan
dari kelompok orientalis yang berusaha menyusun sistematika ayat dan surah
al-Quran berdasarkan kronologis turunnya. Kajian kronologi al-Quran di Barat
ini mula-mula dirintis oleh Gustav Weil. Kemudian diikuti oleh Theodor Noldeke,
William Muir, dan sarjana-sarjana lainnya.
Usaha
Weil dalam menyusun urutan ayat dan surah itu, dimulai tahun 1344 M. bagi Weil
semua riwayat hadis dan isnad-isnadnya sama sekali tidak ada artinya, dalam hal
ini Weil membagi tahapan turunnya al-Quran menjadi empat tahap, tiga tahap
turun di Mekkah dan tahap keempat di Madinah. Pembagian tahap yang demikian ini
pun diikuti oleh Noldeka pada tahun 1860 M, yang disertai beberapa perbaikan
kecil mengenai soal-soal yang menjadi kandungan masing-masing tahap.
Sedangkan
usaha yang dilakukan oleh William Muir dalam menyusun urutan Al-Qur`an yaitu,
ia membagi tahapan turunnya Al-Quran menjadi enam; lima tahap di Mekkah dan
satu tahap di Madinah. Dalam usaha itu ia banyak bersandar pada riwayat
kehidupan nabi termasuk isnad-isnadnya setelah dipelajarinya dengan kritis, di
samping itu banyak menelaah data-data informasi sejarah. Kendati demikian, ia
juga mengalami berbagai kekeliruan dan masih juga menggunakan riwayat-riwayat
yang tidak benar sebagai sandaran.
Selain kelompok orientalis muncul juga kelompok yang
menginginkan penyusunan Al-Qur`an berdasarkan kronologis turunnya, yakni
susunan ayat dan surah berdasarkan waktu turunnya sejak wahyu pertama di terima
Rasul. Menurut mereka Al-Qur`an yang beredar luas seperti mushaf Utsmani sangat
membingungkan, mengganggu sistematika pemikiran, dan secara tidak langsung
menghilangkan manfaat dari hikmah penurunan Al-Qur`an secara berangsur-angsur.
Oleh karena itu, kelompok ini menginginkan penyusunan Al-Qur`an berdasarkan
turunnya, yakni surah Makkiyah diletakkan berdampingan dengan surah Makkiyah,
dan surah Madaniyah diletakkan dengan surah Madaniyah.
pendapat kelompok ini dinilai tidak masuk akal karena sudah
jelas bahwa Al-Qur`an datang dari Allah Subhanahu Wata’ala bukan melalui
ijtihad sahabat. Maka susunan yang telah tersusun secara sistematis tersebut
tidak boleh diganggu gugat. Dan alasan penyusunan al-Qur`an berdasarkan tempat
diturunkannya juga tidak bisa diterima, karena dalam satu surat bisa jadi
mengandung ayat-ayat Makiyyah sekaligus Madaniyah. Secara logika, bergandengan
dua tubuh yang saling berbeda jauh lebih ringan daripada terdapatnya
bagian-bagian asing dan sangat berbeda dalam satu tubuh.
Di sisi lain kelompok ini lemah terdapat dua sisi pandangan
al-Qur’an yang berbeda, yaitu maqam tanzil dan ta’lim, dan maqam tadwin dan
tartil. Pada sisi pandang maqam tanzil dan ta’lim menitikberatkan pada kondisi
yang mengharuskan diturunkannya wahyu guna mengajarkan manusia kepada yang
benar dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Sementara pada maqam tadwin
dan tartil memfokuskan pada masalah kodifikasi al-Quran untuk dibaca dan
menjadi kitab yang kekal sepanjang zaman serta pegangan bagi umat manusia
sampai hari kiamat kelak.
BAB III
PENUTUP
Ayat menurut bahasa ialah, tanda atau alamat,
dalil atau bukti, i’brroh atau pelajaran, dan mukjizat atau keajaiban.
Sedangkan menurut istilah ayat adalah bagian dari surah yang mempunyai awal dan
akhir, akhir ayat dinamakan fashilah dan ada juga yang mengatakan ayat
adalah bagian dari Al-Qur`an yang terputus dari kalimat sebelumnya dan
sesudahnya.
Sedangkan surah secara bahasa menurut
al-Zarqani ialah al-Manzilah (posisi), karena posisi surat pada suatu tempat
secara berdampigan dan al-Syaraf (kemuliaan), sesuatu yang menonjol dan baik
dari suatu bangunan, tanda dan pagar. Dan secara istilah, surat berarti
sekelompok ayat yang mandiri yang memiliki awal dan akhir.
Dalam hal di dalam at-Tibyan (karya imam An-Nawawi) disebutkan
bahwa jumlah ayat Al-Qur`an disepakati jumlahnya diperhitungkan enam ribu dua ratus ayat lebih.
Hanya saja kelebihannya ini diperselisihkan. Diantaranya:
Menurut
hitungan Ahli Bashrah adalah tujuh.
Diantara para ulama yang mengemukakan pendapat
bilangan ayat dalam Al-Qur`an :
Sebab perbedaan ini di dikarenakan Nabi Shallallahu’alaihi
Wassalam membaca waqaf ujung-ujung ayat untuk memberikan pengertian
kepada para sahabat. Kemudian setelah mereka tahu, beliau membaca washal,
demi memperoleh pengertian yang utuh. Sehingga sebagian sahabat mengira bahwa
apa yang dibaca waqaf oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam itu
bukanlah fashilah, karena beliau membaca washal pula dengan
anggapan mereka, semuanya merupakan satu ayat. Sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai ayat
tersendiri.
Dalam perbedaan tertib ayat dan surah jumhur ulama sepakat bahwa urutan ayat dan
surah meupakan tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam. Dan
sebagian yang lain menganggap urutan surah sebagian merupakan ijtihadi.
Dan dalam sistematika penyusunan ayat dan
surah merupaka tauqif dari Nabi Shallallahu’alaihi Wassallam. Sedang
dalam penyusunan Al-Qur`an menurut kronolisnya, para orientalis berusaha
menyusun Al-Qur`an menurut kronologis turunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Adzim Al-Zarqani, Muhammad, 2001. Manahil
Al-‘urfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Aly
Ash-Shabuny, Muhammad, 1987. At-Tibyan fi Ulimil Qur`an. Bandung:
Al-Ma’arif.
Manna
Al-Qattan, 2011. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur`an. cetakan empat belas. Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa.
Anwar, Rosihon, 2000. Ulumul Qur`an. Cetakan
pertama. Bandung: Pustaka Setia.
Bin Muhammad
Abu Sya’bah, Muhammad, 2003. Al-Madkhal Li dirasati Al-Qur`an Al-Karim. Cetakan
kedua. Qohiroh: Maktabah As-Sunnah.
Bin Muhammad bin Zanjalah Al-Muqri, Abu Zura’h
abdu Ar-Rahman, 1427. Tanzili Al-Qur’ani
wa Adadu Ayatihi wa Ikhtilafu An-Nasi fihi. min majallatu ma’hadi
Al-Imam As-Syathibi li Ad-dirasati Al-Quraniyah.
Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, Al-Imam Badru Ad-din, 1988. Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an. Bairut-Lebanon: Dar el-fiqri.
Shams Madyan,
Ahmad, 2008. Peta Pembelajaran al-Qur’an. Cetakan pertama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Umar, Nasaruddin, 2008. Ulumul Qur`an. Cetakan
pertama. Jakarta: Al-Ghazali Center.
www.wikipedia.com
Langganan:
Postingan (Atom)